Asam Pedas Ikan Lais dan Durian Kucing Tidur
Ayam goreng, minggir. Shabu-shabu, lewat. Kebab,
no. Asam pedas, nah ini die. Asam pedas ikan lais, wow ini yang paling top.
Yang lain, entar dulu.
Ya, asam pedas sangat mendominasi makan malam
bersama tadi malam (19/8/2019). Kafe Meeting Point Jl Tengku Umar jadi medan kucuran
keringat. Semua berkeringat setelah mengeroyok tiga porsi asam pedas ikan lais.
Beratah. Tak bersisa. Tersisa hanya
kuah. Enak benar dah. Sampai kuping tak terlihat. Ape age mertue lewat, tak nampak.
Gambaran kecil ngajak makan Pak Arief Darmawan dan
dua tamu lagi dari Jakarta. Pokja REDD+ Kalbar di bawah kendali Bu Yenny, menyemah tiga tamu istimewa itu dengan
suguhan asam pedas ikan lais. Alhamdulillah, ketiganya berkeringat. Sementara
anggota Pokja yang ikut hadir, Bu Sari, Pak Hendra, Pak Yuli, jangan tanya age. Penggemar berat asam pedas. Same ngan saye. Kecuali Pak Syamsul.
Orang Ponti ni lebih memilih sop tangkar. Tak tahulah Pak Qodja. Sayang, Pak
Aan tak ade. “Sorry Pak Aan, kalau bikin ngiler ni, hehehe.”
Asam pedas, gulai ikan khas Melayu. Kalau bicara
Melayu Pontianak, tak bisa dilepaskan dari asam pedas. Jangan ngaku Melayu
kalau tak suka asam pedas, hehehe. Sangat enak, segar, dan gurih. Apalagi kalau
ikannya, ikan lais, wow nendang banget. Deliciouso.
Bakal lebih membuat ngiler lagi kalau asam pedasnya, ikan belidak. Sayang, ikan
air tawar ini semakin sulit didapatkan. Tapi, ikan lais itu sudah luar biasa.
Tak nyangka juga Pak Arief sang konsultan kita
juga penggemar asam pedas. Saat malam pertama tiba di Pontianak, diam-diam ia
pesan asam pedas lewat Gofood. “Saya pesan asam pedas kepala ikan. Besar
kepalanya. Saya bantai sendiri di kamar,” cerita Pak Arif disambut gela-tawa
kawan-kawan. Dua tamu Jakarta lainnya, karena baru jumpa, belum tahu secara
jelas apakah senang atau tidak dengan asam pedas. Tapi, terlihat lahap juga.
Menjamu tamu istimewa dengan sajian asam pedas,
sepertinya langkah tepat. Untuk promosi kuliner. Rasa itu tidak bisa bohong.
Bila enak, akan selalu diingat. Mudah-mudahan Pak Arief selalu ingat Pontianak.
Ingat Pontianak, ingat asam pedas. Tenang Pak Arief, bila ke Pontianak lagi,
kita semah asam pedas di tempat lain
yang jauh lebih enak lagi.
Usai makan malam, cerita ngisi perut belum
berakhir. Lanjut makan durian. Tentunya durian asli Kalbar. Di mana lagi kalau
bukan di depan Hotel Sentral. Hotel yang pernah jadi “rumahnya” Pak Kusakabe
dulu. Widiiih….banyaknya durian. Penjual durian men-display dagangannya di pinggir jalan. Ada ribuan durian. Berbagai
macam jenis. Penggemar durian pasti selap melihat durian yang ranum. Dari
ukuran jumbo sampai kecil ada dijual. Harganya lumayan juga.
Saya cari durian yang ada kucing tidurnya. Juga
durian srikaya. Ketemu. Special untuk tamu Jakarta. Alhamdulillah, isi durian
berwarna kuning dan lunak itu membuat Pak Arief cs tak bisa nolak walau perut
udah penuh. Tak tahan lihatnya, makan lagi. Klimaknya, dah tak mampu age. Tandanya, perut benar-benar penuh.
Acara makan durian pun selesai. Semoga Pak Arief puas dengan sajian durian dari
Pokja.
Begitulah dunia Pokja. Walau setiap anggotanya
memiliki latar belakang berbeda-beda, tapi kalau sudah ngumpul seperti
keluarga. Serius kalau sudah nyusun dokumen. Tapi, setelah itu, becanda lagi.
Kadang mirip paparazi. Saye tidok di
kursi pun ade yang moto lalu di-share di grup. Sedikit jak lengah, siap-siap foto di-share,
hehehe. Bekerja kalau dalam keadaan senang itu pasti kelar. Sebaliknya, kalau
sudah berungut, tak bakalan tuntas.
Semoga tulisan ini membuat anggota Pokja semakin akrab dan happy. *
0 Response to "Asam Pedas Ikan Lais dan Durian Kucing Tidur"
Posting Komentar